Dua orang prajurit DAK (Deutsches Afrikakorps) terlihat sedang memakan ransum mereka di medan perang Afrika Utara. Masalah jatah makanan seperti ini harus lah mendapat penanganan yang serius dari seksi suplai dan perbekalan Wehrmacht, karena tidak hanya berkaitan dengan sekedar memindahkan makanan Eropa lalu memakannya di tempat tropis. Iklim yang panas akan membuat sebagian besar "kudapan bule" tersebut menjadi cepat basi, sehingga makanan-makanan semacam kentang dan roti terpaksa harus digantikan dengan roti hitam terbungkus karton serta kacang polong dan makanan kaleng lainnya. Beras juga sebenarnya ikut dibagikan sebagai jatah, meskipun makanan utamanya tetap lah roti Kommisbrot Jerman ataupun Maisbrot Italia yang dilapisi oleh minyak zaitun sebagai pengganti mentega (karena yang disebut terakhir ini akan cepat memuai di tengah panas yang menyengat). Pada prakteknya, kombinasi roti dan zaitun kurang disukai oleh pasukan Jerman maupun Italia karena rasanya yang dianggap "aneh". Jatah minyak zaitun tentara Axis biasanya dibungkus dalam kaleng produksi Italia bertuliskan AM, yang merupakan singkatan dari "Administrazione Militare" (Administrasi Militer). Bagi prajurit-prajurit Jerman, singkatan tersebut sering diartikan secara bercanda sebagai "Alte Mann" (Orang Tua), sementara rekan seperjuangan mereka dari Italia secara bisik-bisik menyebutnya sebagai "Asinus Mussolini" (Pantat Mussolini) karena rasa hambar dan baunya yang tengik, sementara sebagian lainnya - lebih sadis lagi - menamainya sebagai "Arabio Morte" (Mayat Orang Arab)! Kaleng-kaleng makanan hasil rampasan dari Inggris yang berisi daging kornet, roti putih, selai, biskuit dan buah kalengan dianggap sebagai sebuah makanan mewah karena begitu sulit untuk mendapatkannya, dan merupakan sebuah tambahan yang didamba-dambakan oleh prajurit-prajurit Afrikakorps di luar jatah ransum mereka yang monoton. Konyolnya, tentara-tentara Inggris sendiri menganggap bahwa ransum mereka kurang menarik dan lebih menyukai jatah makanan milik musuh mereka Jerman! Di luar dari makanan kaleng, terkadang pasukan Jerman menikmati daging segar yang berasal dari sembelihan kambing atau babi. Jenis makanan satu ini terbilang sulit didapatkan karena persediaannya yang terbatas dan, yang lebih penting lagi, menyimpannya tak bisa lama-lama. Dari semuanya, komoditas paling penting di wilayah gurun pasir tentunya adalah air. Karena sangat vital dalam menyambung kehidupan dan membuat kendaraan perang tetap bergerak, maka sangat penting untuk membawanya kemanapun dalam jumlah yang memadai. Untuk mengakomodasinya, maka tentara Jerman menggunakan kontainer khusus yang dijuluki orang-orang Inggris sebagai "Jerrycan" (Kaleng Jerman), dan yang kemudian menyebar penggunaannya di Indonesia dengan nama yang hampir sama: "jerigen". Satu jerigen rata-rata mampu menampung 17 liter air, bahan bakar atau oli, dan penampung versi Jerman dianggap lebih baik kualitasnya dibandingkan kaleng minyak Inggris yang rentan bocor. Untuk membedakan apakah jerigen tersebut diisi air atau minyak, maka pasukan Afrikakorps secara khusus menandai kaleng air mereka dengan "X" putih besar. Tanda ini sekaligus membuat tentara-tentara Hitler tidak salah saat harus menuang air atau minyak ke jerigen kosong yang tersedia, karena apabila terjadi kesalahan semacam itu maka airnya pun akan terbuang karena tak dapat diminum (sebuah pelajaran berharga yang baru ditemukan oleh pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Kongo pada tahun 1960-an!).
Sumber :
http://deutsches-afrikakorps.blogspot.com/2010/12/life-in-afrika-korps.html
http://ww2colorfarbe.blogspot.com/2020/07/afrikakorps-soldiers-eating.html
No comments:
Post a Comment