Friday, July 31, 2020

554. Infanterie-Division di Donaueschingen

  Foto ini diambil pada tanggal 3 Agustus 1940 di Donaueschingen, Baden-Württemberg, Jerman. Untuk identifikasi jenderal-jenderal yang diberi tanda panah merah adalah, dari kiri ke kanan: Generalleutnant z.V. Anton Freiherr von Hirschberg (Kommandeur 554. Infanterie-Division) dan Generalleutnant Erwin Oßwald (Kommandierender General Stellvertretendes Generalkommando V. Armeekorps). Kedua dari kiri adalah Oberstleutnant i.G. Karl Schall (Ia Erster Generalstabsoffizier 554. Infanterie-Division), sementara yang berdiri paling kanan adalah Oberst (E) Erich von Kirchbach (Chef des Generalstabes Stellvertretendes Generalkommando V. Armeekorps). 554. Infanterie-Division adalah divisi infanteri Wehrmacht yang didirikan pada tanggal 15 Februari 1940 dari Divisionstab z.b.V. 441, dan merupakan bagian dari 9. Welle (Gelombang ke-9). Dibentuk sebagai sebuah divisi statis, 554. Infanterie-Division mempunyai tugas utama untuk menjaga West Wall di sekitar Oberrhein, dengan tugas tambahan adalah sebagai sebuah pasukan penjaga perbatasan, tempat pelatihan, serta unit perlindungan udara. Setelah invasi Jerman atas Prancis pada bulan Mei-Juni 1940, divisi ini ikut berpartisipasi dalam menerobos pertahanan Prancis sebagai bagian dari 7. Armee. Setelah dirasa keberadaannya tidak diperlukan lagi, 554. Infanterie-Division dibubarkan pada tanggal 13 Agustus 1940, hanya beberapa hari setelah foto di atas diambil, dan anggota-anggotanya dilebur kedalam unit-unit lain.

Sumber :
https://www.axishistory.com/other-aspects/150-germany-heer/heer-divisionen/3437-554-infanterie-division
https://forum.axishistory.com/viewtopic.php?p=2282990#p2282990
https://menofwehrmacht.blogspot.com/2020/07/554-infanterie-division-at.html

Monday, July 27, 2020

Upacara Penganugerahan Ritterkreuz untuk Panzergraf

Upacara penganugerahan medali Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes untuk Major der Reserve Hyazinth Graf Strachwitz von Gross-Zauche und Camminetz (Kommandeur I.Abteilung / Panzer-Regiment 2 / 16.Panzer-Division), yang disematkan oleh Generalmajor Hans-Valentin Hube (Kommandeur 16. Panzer-Division). Sang "Panzergraf" mendapatkan medali keberanian bergengsi tersebut pada tanggal 25 Agustus 1941 di Front Timur, sebagai penghargaan atas kepemimpinannya dalam pertempuran melawan Tentara Merah pada tanggal 2-3 Agustus sebelumnya. Sebagai bagian dari Kampfgruppe Wagner, Panzergraf mempunyai peran yang menentukan dalam upaya penguasaan pasukan Jerman atas kota Pervomaisk di Ukraina, yang merupakan lokasi pertemuan strategis antara berbagai jalan utama di sekitarnya. Batalyon panzer pimpinan Strachwitz melakukan serbuan dari arah utara, yang kemudian berhasil memporakporandakan pertahanan pasukan Rusia dan memudahkan pihak Jerman dalam menduduki kota tersebut. Dalam foto ini, kita bisa melihat bahwa Jenderal Hube hanya menggunakan lengan kanannya saat mengalungkan medali sehingga harus dibantu oleh ajudannya. Ini karena dia hanya mempunyai satu lengan, sementara lengan lainnya telah buntung dari sejak era Perang Dunia Pertama sehingga harus digantikan oleh lengan buatan. Uniknya, Strachwitz dan Hube kelak menjadi dua dari hanya 27 orang di seantero Wehrmacht dan SS yang mendapatkan medali tingkat keempat dari Ritterkreuz, yaitu Brillanten! Strachwitz mendapatkannya pada tanggal 15 April 1944, sementara Hube mendapatkannya lima hari kemudian, tanggal 20 April 1944.




Dari kiri ke kanan: Generalmajor Hans-Valentin Hube (Kommandeur 16. Panzer-Division dan Oberstleutnant Rudolf Sieckenius (Kommandeur Panzer-Regiment 2 / 16.Panzer-Division) dalam upacara penganugerahan medali Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes untuk Major der Reserve Hyazinth Graf Strachwitz von Gross-Zauche und Camminetz (Kommandeur I.Abteilung / Panzer-Regiment 2 / 16.Panzer-Division), yang diselenggarakan pada tanggal 25 Agustus 1941. Hube sebelumnya telah mendapatkan medali yang sama pada tanggal 1 Agustus 1941, sementara Sieckenius mendapatkannya beberapa minggu kemudian setelah foto ini diambil, tepatnya pada tanggal 17 September 1941.




Sumber :
https://crainsmilitaria.com/index.php?route=product/category&path=59_89
https://forum.axishistory.com/viewtopic.php?p=2253827#p2253827

Saturday, July 18, 2020

Panzergrenadier SS dan Tank Rusia yang Terbakar

Foto-foto ini diambil oleh SS-Kriegsberichter Hermann Grönert pada tanggal 29 Juli 1944, saat sebuah Kampfgruppe (Grup Tempur) - yang terdiri dari SS-Panzergrenadier-Regiment 6 "Theodor Eicke" dan I.Abteilung / SS-Panzer-Regiment 3 "Totenkopf" - bertempur melawan pasukan Rusia di sekitar kota Siedlce, Polandia. Selama lima hari penuh (27-31 Juli), Kampfgruppe milik 3. SS-Panzer-Division "Totenkopf" tersebut mempertahankan Siedlce, kota yang dijuluki sebagai "Eckpfeiler" (batu landasan) oleh Panglima Heeresgruppe Mitte, dari berkali-kali serangan Korps Tank ke-11 Soviet. Aksi heroik mereka memampukan sebagian besar 2. Armee (termasuk Divisi Wiking) untuk dapat mundur ke garis pertahanan baru dan bersiap-siap di posisi mereka dalam menghadapi Pertempuran Praga yang akan mulai berkobar pada tanggal 1 Agustus 1944.


Sebuah regu dari SS-Panzergrenadier-Regiment 6 "Theodor Eicke" memperhatikan dengan terkagum-kagum sebuah tank berat JS-II (Josef Stalin II) milik Resimen Tank Jaga Terpisah Soviet ke-50 yang baru saja dihancurkan oleh Panther-Panther pimpinan SS-Sturmbannführer Erwin Meierdress di barat-laut Siedlce (Polandia) pada pukul 13:40 tanggal 29 Juli 1944. Tank berat Soviet satu ini baru saja diterjunkan untuk pertama kalinya dalam peperangan pada awal tahun 1944, dan pada awalnya hanya dijatahkan untuk unit-unit tank berat seperti Resimen Tank Jaga Terpisah ke-50. Model awal JS-II mempunyai berat 51 ton, mempunyai awak empat orang, dan dilengkapi dengan meriam kaliber 122mm. Setiap resimen tank berat Soviet berkekuatan 21 buah tank jenis ini, yang dibagi kedalam empat kompi (lima tank masing-masing), sementara satu lagi jatah tersisa adalah khusus untuk komandan batalyon. Kemunculannya membawa masalah besar pada pasukan Jerman yang sebelumnya sudah kewalahan dalam menghadapi serbuan massal tank-tank dari jenis T-34.


 Setelah puas melihat-lihat raksasa yang terluka tersebut, para prajurit dari SS-Panzergrenadier-Regiment 6 "Theodor Eicke" berlari menuju ke arah kamera untuk bersiap-siap menyerang sasaran selanjutnya. Di latar belakang kita bisa melihat sebuah tank T-34/85 dari Brigade Tank ke-20 Soviet yang terbakar setelah dihantam oleh peluru penembus baja dari satuan Panther pimpinan SS-Sturmbannführer Erwin Meierdress (I.Abteilung / SS-Panzer-Regiment 3 "Totenkopf"). Di sebelah kiri, petugas senapan mesin regu tersebut melihat dengan tenang ke arah sang fotografer, SS-Kriegsberichter Hermann Grönert, sambil merebahkan senjata andalannya (MG-34). Rasa lelah dan frustasi pastilah dirasakan oleh prajurit-prajurit Jerman ini, karena selama lima hari penuh (27-31 Juli 1944) mereka harus menghadapi serangan terus-menerus dari Korps Tank ke-11 Soviet di tengah panas yang menyengat. Foto ini sendiri diambil pada tanggal 29 Juli 1944 di barat-laut Siedlce, Polandia.


Lanjutan dari dua foto sebelumnya: Kini kita bisa melihat bahwa bintara pimpinan regu dari SS-Panzergrenadier-Regiment 6 "Theodor Eicke" tersebut sedang memberikan perintah pada anakbuahnya untuk segera bergerak, termasuk pada petugas senapan mesin yang membawa MG-34 di sebelah kiri. Sang Gruppenführer (Komandan Regu) sendiri membekali diri dengan senapan mesin ringan MP-40. Uniknya, sebagian besar orang-orang yang berada dalam foto ini mengenakan syal putih di leher tapi tanpa tambahan jaket kamuflase yang biasanya menutupi badan. Di sebelah kiri kita bisa melihat tank T-34/85 lainnya yang terbakar hebat setelah dihantam oleh peluru penembus baja dari satuan Panther pimpinan SS-Sturmbannführer Erwin Meierdress (I.Abteilung / SS-Panzer-Regiment 3 "Totenkopf").


Sumber :
Buku "From the Realm of a Dying Sun. Volume 1: IV. SS-Panzerkorps and the Battles for Warsaw, July–November 1944" karya Douglas E. Nash, Sr.

Wednesday, July 15, 2020

Prajurit Afrikakorps Makan Ransum

Dua orang prajurit DAK (Deutsches Afrikakorps) terlihat sedang memakan ransum mereka di medan perang Afrika Utara. Masalah jatah makanan seperti ini harus lah mendapat penanganan yang serius dari seksi suplai dan perbekalan Wehrmacht, karena tidak hanya berkaitan dengan sekedar memindahkan makanan Eropa lalu memakannya di tempat tropis. Iklim yang panas akan membuat sebagian besar "kudapan bule" tersebut menjadi cepat basi, sehingga makanan-makanan semacam kentang dan roti terpaksa harus digantikan dengan roti hitam terbungkus karton serta kacang polong dan makanan kaleng lainnya. Beras juga sebenarnya ikut dibagikan sebagai jatah, meskipun makanan utamanya tetap lah roti Kommisbrot Jerman ataupun Maisbrot Italia yang dilapisi oleh minyak zaitun sebagai pengganti mentega (karena yang disebut terakhir ini akan cepat memuai di tengah panas yang menyengat). Pada prakteknya, kombinasi roti dan zaitun kurang disukai oleh pasukan Jerman maupun Italia karena rasanya yang dianggap "aneh". Jatah minyak zaitun tentara Axis biasanya dibungkus dalam kaleng produksi Italia bertuliskan AM, yang merupakan singkatan dari "Administrazione Militare" (Administrasi Militer). Bagi prajurit-prajurit Jerman, singkatan tersebut sering diartikan secara bercanda sebagai "Alte Mann" (Orang Tua), sementara rekan seperjuangan mereka dari Italia secara bisik-bisik menyebutnya sebagai "Asinus Mussolini" (Pantat Mussolini) karena rasa hambar dan baunya yang tengik, sementara sebagian lainnya - lebih sadis lagi - menamainya sebagai "Arabio Morte" (Mayat Orang Arab)! Kaleng-kaleng makanan hasil rampasan dari Inggris yang berisi daging kornet, roti putih, selai, biskuit dan buah kalengan dianggap sebagai sebuah makanan mewah karena begitu sulit untuk mendapatkannya, dan merupakan sebuah tambahan yang didamba-dambakan oleh prajurit-prajurit Afrikakorps di luar jatah ransum mereka yang monoton. Konyolnya, tentara-tentara Inggris sendiri menganggap bahwa ransum mereka kurang menarik dan lebih menyukai jatah makanan milik musuh mereka Jerman! Di luar dari makanan kaleng, terkadang pasukan Jerman menikmati daging segar yang berasal dari sembelihan kambing atau babi. Jenis makanan satu ini terbilang sulit didapatkan karena persediaannya yang terbatas dan, yang lebih penting lagi, menyimpannya tak bisa lama-lama. Dari semuanya, komoditas paling penting di wilayah gurun pasir tentunya adalah air. Karena sangat vital dalam menyambung kehidupan dan membuat kendaraan perang tetap bergerak, maka sangat penting untuk membawanya kemanapun dalam jumlah yang memadai. Untuk mengakomodasinya, maka tentara Jerman menggunakan kontainer khusus yang dijuluki orang-orang Inggris sebagai "Jerrycan" (Kaleng Jerman), dan yang kemudian menyebar penggunaannya di Indonesia dengan nama yang hampir sama: "jerigen". Satu jerigen rata-rata mampu menampung 17 liter air, bahan bakar atau oli, dan penampung versi Jerman dianggap lebih baik kualitasnya dibandingkan kaleng minyak Inggris yang rentan bocor. Untuk membedakan apakah jerigen tersebut diisi air atau minyak, maka pasukan Afrikakorps secara khusus menandai kaleng air mereka dengan "X" putih besar. Tanda ini sekaligus membuat tentara-tentara Hitler tidak salah saat harus menuang air atau minyak ke jerigen kosong yang tersedia, karena apabila terjadi kesalahan semacam itu maka airnya pun akan terbuang karena tak dapat diminum (sebuah pelajaran berharga yang baru ditemukan oleh pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Kongo pada tahun 1960-an!).


Sumber :
http://deutsches-afrikakorps.blogspot.com/2010/12/life-in-afrika-korps.html
http://ww2colorfarbe.blogspot.com/2020/07/afrikakorps-soldiers-eating.html

Thursday, July 9, 2020

Afrikakorps Siap Tempur Menyerbu Tobruk

15. Panzer-Division di Afrika Utara: Prajurit-prajurit Afrikakorps dari Panzer-Pionier-Bataillon 33 menaiki sebuah Panzerkampfwagen III Ausf.G "632" milik 6.Kompanie / II.Abteilung / Panzer-Regiment 8 untuk ikut berpartisipasi dalam serangan pendahulu ke pertahanan Sekutu di sekitar Tobruk, Libya, bulan Oktober 1941. Satuan zeni tempur ini melengkapi diri dengan senjata yang lebih beragam dibandingkan dengan unit infanteri standar, diantaranya adalah penggunaan penyembur api dari jenis Flammenwerfer 35, drum amunisi senapan mesin, tabung berisi cadangan laras MG 34, dan kantong pengangkut stielhandgranate. Di sebelah kanan kita bisa melihat prajurit lain, yang kemungkinan adalah komandan skuad, yang menyimpan senapan mesin MP-40 atau 38 di atas kubah tank sebelum memanjatnya. Uniknya, para prajurit ini masing-masing dilengkapi dengan dua pelples air dan bukannya satu seperti biasanya! Mereka juga mengenakan cover helm berwarna pasir untuk meminimalisir efek pantulan saat terkena sinar matahari.






Sumber :
Foto koleksi Blanluet Christophe dari ECPAD Archive
https://www.facebook.com/groups/1728158044141689/
https://www.facebook.com/pg/TheTruthInColor/photos/

Hans-Jürgen von Arnim di Afrika Utara

Foto oleh Kriegsberichter Mullin ini memperlihatkan Generaloberst Hans-Jürgen von Arnim (kiri, Oberbefehlshaber 5. Panzerarmee) yang sedang bersalaman dengan salah seorang prajuritnya saat meninjau front pertempuran di dekat Tunisia, Afrika Utara, bulan Januari 1943. Sang Kolonel-Jenderal menyampirkan sebuah dienstglas (teropong) 6x30 di sampingnya. Arnim dikenal sangat dekat dengan pasukannya karena dia selalu menyediakan kebutuhan mendasar mereka. Saat Rommel dipulangkan oleh Hitler dari medan perang Afrika Utara pada bulan Maret 1943, Arnim menjadi perwira Jerman dengan pangkat tertinggi disana. Dia memberitahu Berlin bahwa dibutuhkan 140.000 ton suplai per bulan bagi pasukannya agar bisa melancarkan serangan terhadap Sekutu. Kenyataannya, dia hanya menerima seperempatnya! Saat Berlin mengkritik Arnim karena "menyipitkan mata melewati bahunya" (merujuk pada gerak mundur terus-menerus pasukannya), dengan getir Arnim menjawab bahwa dia "menyipitkan mata untuk melihat datangnya kapal pembawa suplai yang tak kunjung datang"! Saat pihak Sekutu melancarkan serangan pamungkas terhadap pasukan Jerman dan Italia di Tunisia pada tanggal 6 Mei 1943, Hitler memerintahkan agar Arnim dan anakbuahnya bertahan sampai orang terakhir. Sang jenderal dengan sengaja mengartikan ini sebagai perintah untuk bertahan sampai peluru terakhir atau, lebih khusus lagi, sampai peluru tank terakhir. Karenanya, ketika amunisi panzer-panzernya telah mencapai penghabisan pada tanggal 12 Mei 1943, dia memutuskan untuk menghancurkan sisa mesin perangnya dan kemudian menyerah. Untuk upacara resmi, sang jenderal mengenakan seragam terbaiknya, lalu menyerahkan pistol dan belatinya - meskipun dengan menggerutu dalam bahasa Prancis - ke tangan perwira Inggris yang menawannya. Dia lalu berpidato singkat di hadapan pasukannya, sebelum menjabat tangan beberapa orang dari mereka. Saat Arnim diantar melewati barisan panjang prajurit-prajuritnya, mereka berteriak mengelu-elukan namanya, "Von Arnim! Von Arnim! Von Arnim!"


Sumber :
Buku "Hitler's Generals in America: Nazi POWs and Allied Military Intelligence" karya Derek R. Mallett
https://audiovis.nac.gov.pl/obraz/1300/ecb962cfef48181cc95af65a4da19359/

Tuesday, July 7, 2020

Franz Böhme dan Max-Josef Pemsel

 Dari kiri ke kanan: General der Infanterie Franz Böhme (Kommandierender General XVIII. Gebirgskorps) dan Oberst im Generalstab Max-Josef Pemsel (Chef des Generalstabes XVIII. Gebirgskorps). Keduanya sama-sama merupakan Ritterkreuzträger (peraih medali Ritterkreuz des Eisernen Kreuzes): Böhme dianugerahi Ritterkreuz pada tanggal 29 Juni 1940 sebagai Generalleutnant dan Kommandeur 32. Infanterie-Division, sementara Pemsel mendapatkannya pada tanggal 9 Desember 1944 sebagai Generalmajor dan Kommandeur 6. Gebirgs-Division. Tidak ada keterangan kapan dan dimana foto ini diambil, tapi kemungkinan besar di wilayah Lappland, Norwegia, dalam rentang waktu antara bulan Oktober 1940 s/d Mei 1943. Di latar belakang kita bisa melihat penampakan sepeda motor "OSL" (kemungkinan dari model 500cc) dan mobil Opel "Admiral" cabriolet empat pintu.

Sumber :
Foto koleksi pribadi Jeremy Dixon
https://forum.axishistory.com/viewtopic.php?p=2278488#p2278488